Sabtu, 03 Mei 2014


Komunitas Kanot Bu lahir pertengahan 2008. Semuanya berawal dari selembar spanduk. Ketika maraknya orang berebut naik jadi calon legislatif pada masa itu, yang mengiklankan (baca: kampanye) diri dengan berbagai baliho, spanduk, dan bentuk iklan lainnya; sebagai responsi terhadap fenomena ini beberapa anak muda membuat sebuah spanduk yang berbunyi: “Meunyoe Jabatan Ka Di Bloe, ‘Oh Hajat Sampoe Di Tarek Laba”, yang dilabelkan dengan Partai Kanot Bu. Kelak spanduk ini dinaikkan di salah satu sudut pasar Meureudu, Pidie Jaya, yang keberadaannya hanya berlangsung beberapa hari saja. Menurut kabar angin spanduk ini diturunkan oleh aparat kepolisian setempat.
Kejadian inilah yang melatarbelakangi beberapa pemuda yang sama-sama punya perhatian tinggi terhadap seni budaya sepakat untuk menindaklanjuti apa yang telah digagas sebelumnya untuk dijadikan sebuah komunitas dengan mengambil nama seperti yang telah dituliskan dalam spanduk tersebut. Setelah melakukan rembuk berulang kali dari warungkopi ke warungkopi, sepakatlah orang-orang ini membentuk Komunitas Kanot Bu sebagai sebuah wadah untuk berkarya dan berkreasi. Jika sebelumnya yang dalam spanduk bertuliskan kalimat politis, hasil rembukan menyimpulkan bahwa Komunitas Kanot Bu mengambil tema kebudayaan sebagai landasan utama untuk bergerak maju ke depan.
Mempunyai tempat beraktivitas di Kel. Emperom Lamteumen Timur, Banda Aceh, dari sebelumnya berada di gampong Blang Oi. Komunitas Kanot Bu berkhidmat pada gerakan kebudayaan secara umum. Menyebarkan nilai-nilai melalui ekspresi kebudayaan. Baik itu sastra, rupa dan corong kesenian lain. Penerbitan karya dalam bentuk buku kerap dilakukan dengan swadaya dan terbatas. Even-even kebudayaan yang pernah digelar lebih diutamakan untuk masyarakat yang tidak memiliki akses menikmati produk kesenian. Komunitas Kanot Bu sampai sejauh ini tetap merangkak menerjemahkan zaman melalui alat kebudayaan.
Sampai saat ini Komunitas Kanot Bu telah membentuk empat Lini Aksi sebagai wadah pengekspresian para anggotanya sesuai selera seninya masing-masing. Lini Aksi tersebut terdiri dari lini desain grafis yang mengkhususkan diri mendesain dan mencetak kaos-kaos khas Aceh bernama Geulanceng, lini perfilman dan fotografi bernama Lensa Kiri, lini penerbitan buku-buku indie bernama Tansopako Press, serta lini hikayat dan musik etnik bernama Seungkak Malam Seulanyan.

0 komentar:

Posting Komentar