Komunitas Kanot Bu lahir pertengahan 2008. Semuanya berawal dari selembar spanduk. Ketika maraknya orang berebut naik jadi calon legislatif pada masa itu, yang mengiklankan (baca: kampanye) diri dengan berbagai baliho, spanduk, dan bentuk iklan lainnya; sebagai responsi terhadap fenomena ini beberapa anak muda membuat sebuah spanduk yang berbunyi: “Meunyoe Jabatan Ka Di Bloe, ‘Oh Hajat Sampoe Di Tarek Laba”, yang dilabelkan dengan Partai Kanot Bu. Kelak spanduk ini dinaikkan di salah satu sudut pasar Meureudu, Pidie Jaya, yang keberadaannya hanya berlangsung beberapa hari saja. Menurut kabar angin spanduk ini diturunkan oleh aparat kepolisian setempat.
Kejadian inilah yang melatarbelakangi beberapa pemuda yang
sama-sama punya perhatian tinggi terhadap seni budaya sepakat untuk menindaklanjuti
apa yang telah digagas sebelumnya untuk dijadikan sebuah komunitas dengan
mengambil nama seperti yang telah dituliskan dalam spanduk tersebut. Setelah
melakukan rembuk berulang kali dari warungkopi ke warungkopi, sepakatlah
orang-orang ini membentuk Komunitas Kanot Bu sebagai sebuah wadah untuk
berkarya dan berkreasi. Jika sebelumnya yang dalam spanduk bertuliskan kalimat
politis, hasil rembukan menyimpulkan bahwa Komunitas Kanot Bu mengambil tema
kebudayaan sebagai landasan utama untuk bergerak maju ke depan.
Mempunyai tempat beraktivitas di Kel. Emperom Lamteumen
Timur, Banda Aceh, dari sebelumnya berada di gampong Blang Oi. Komunitas Kanot
Bu berkhidmat pada gerakan kebudayaan secara umum. Menyebarkan nilai-nilai
melalui ekspresi kebudayaan. Baik itu sastra, rupa dan corong kesenian lain.
Penerbitan karya dalam bentuk buku kerap dilakukan dengan swadaya dan terbatas.
Even-even kebudayaan yang pernah digelar lebih diutamakan untuk masyarakat yang
tidak memiliki akses menikmati produk kesenian. Komunitas Kanot Bu sampai
sejauh ini tetap merangkak menerjemahkan zaman melalui alat kebudayaan.
Sampai saat ini Komunitas Kanot Bu telah membentuk empat
Lini Aksi sebagai wadah pengekspresian para anggotanya sesuai selera seninya
masing-masing. Lini Aksi tersebut terdiri dari lini desain grafis yang
mengkhususkan diri mendesain dan mencetak kaos-kaos khas Aceh bernama
Geulanceng, lini perfilman dan fotografi bernama Lensa Kiri, lini penerbitan
buku-buku indie bernama Tansopako Press, serta lini hikayat dan musik etnik
bernama Seungkak Malam Seulanyan.
0 komentar:
Posting Komentar